MEMBENTUK PARTAI POLITIK ISLAM
SEJATI MEMBENTUK PARTAI POLITIK ISLAM SEJATI
(TELAAH KITAB AL-TAKATTUL AL-HIZBIY)
Oleh : KH M Shiddiq al-Jawi
Pengantar
"Kitab ketiga," itulah julukan sebagian kalangan aktivis HTI untuk kitab
al-Takattul al-Hizbi (selanjutnya disingkat al-Takattul). Maklum, kitab
karya Taqiyuddin an-Nabhani ini biasanya dikaji dalam pembinaan internal
HT setelah kitab Nizham al-Islam dan kitab Mafahim Hizbut Tahrir.
Jika kitab Nizham al-Islam menjelaskan Islam sebagai sistem kehidupan, dan
kitab Mafahim Hizbut Tahrir menjelaskan pokok-pokok pikiran HT, maka kitab
al-Takattul menjelaskan pembentukan kelompok Islam yang ideal serta
berbagai tahapan dan langkah yang akan ditempuhnya, untuk mewujudkan
sistem kehidupan Islam itu.
Jadi kitab al-Takattul ini memang tak bisa dilepaskan dari kitab Nizham
al-Islam. Sebab setelah seseorang memahami Islam sebagai sebuah sistem
kehidupan (nizham al-hayah), mungkin dia akan bertanya," Lalu bagaimana
mewujudkannya dalam realitas kehidupan?" Nah, kitab al-Takattul ini
berusaha menjawab pertanyaan itu. Intinya, untuk mewujudkan Islam sebagai
sistem kehidupan, mutlak diperlukan negara (Khilafah). Dan untuk
mengembalikan Khilafah, mutlak diperlukan sebuah partai politik Islam yang
sahih.
Namun seperti kitab Mafahim Hizbut Tahrir, kitab al-Takattul ini
mengandung kompleksitas yang tinggi. Ditulis secara simultan dalam 55
halaman tanpa bab dan anak judul, kitab al-Takattul acap kali membuat
pembacanya kesulitan menangkap maksudnya. Demikian pula kitab ini hanya
secara global menjelaskan setting sejarah sejak abad ke-19 M dan kondisi
berbagai gerakan Islam yang ada, tanpa menyebut nama-nama gerakannya.
Maka dari itu, siapa saja yang ingin memahami kitab al-Takattul dengan
baik, dia tak bisa mencukupkan diri hanya dengan membaca kitab itu saja.
Dia harus memperbanyak informasi-informasi penunjang guna memahami kitab
tersebut, baik informasi dari kitab-kitab HT maupun literatur keislaman
umumnya.
Kitab Manhaj Hizbut Tahrir fi al-Taghyir, misalnya, perlu dibaca. Karena
ia merupakan penyederhanaan dan ringkasan kitab al-Takattul dari segi
tahapan dan langkah kelompok Islam --dalam hal ini HT-- dalam mengubah
masyarakat. Untuk memahami situasi politik dan sosial umat Islam pada masa
akhir Khilafah Utsmaniyah (abad ke-18 dan ke-19), misalnya, dapat dibaca
mukadimah buku Ittijahat al-Tafsir fi al-'Ashr al-Rahin karya Dr. Abdul
Majid al-Muhtasib, atau buku Bangkit dan Runtuhnya Khilafah Utsmaniyah
karya Dr. Muhammad ash-Shalabi. Mengenai gerakan-gerakan kebangkitan
Islam, dapat dibaca misalnya buku Gerakan Kebangkitan Islam karya Dr.
Hafizh Muhammad al-Ja'bari. Sudah barang tentu, layak pula ditelaah syarah
kitab al-Takattul karya Muhammad Hawari.
Gambaran Isi Kitab
Apa isi kitab al-Takattul (2001)? Kitab ini pada dasarnya ingin
menyampaikan 3 (tiga) penjelasan mendasar menyangkut gerakan Islam yang
bertujuan membangkitkan umat Islam. Tiga penjelasan itu adalah mengenai :
Pertama, faktor-faktor yang menyebabkan gagalnya berbagai gerakan, dari
sisi pembentukan keorganisasiannya (hal. 1-21).
Kedua, tatacara pembentukan partai politik yang sahih (hal. 22-30)
Ketiga, tahapan kerja partai, hambatan-hambatan, serta bahaya-bahaya yang
akan dihadapinya (hal. 30-53). Berikut ini uraiannya.
Sebab-Sebab Kegagalan Gerakan
Sejarah telah membuktikan, banyak gerakan yang berdiri sejak abad ke-19
telah gagal membangkitkan umat Islam. Dari sisi pembentukan organisasi,
ada 4 (empat) faktor yang menyebabkan kegagalannya, yaitu gerakan tersebut
: (1) bertumpu pada fikrah (konsep) yang masih umum, (2) tidak mengetahui
thariqah (metode) untuk menerapkan fikrahnya, (3) tidak diemban oleh
orang-orang yang matang kesadarannya, dan (4) tidak mempunyai ikatan yang
benar untuk mengikat anggota-anggotanya (hal. 3-4)
Mengenai fikrah & thariqah, banyak gerakan tidak didasarkan pada fikrah
dan thariqah yang jelas. Banyak gerakan berdiri hanya karena respon
sesaat, misalnya gerakan nasionalis yang muncul karena penjajahan. Wajar
saja bila gerakan-gerakan ini mengalami kegagalan, sebab gerakan-gerakan
ini tidak bertumpu pada fikrah dan thariqah yang jelas (hal. 4-5).
Sebuah gerakan Islam, sudah semestinya bertumpu hanya pada ideologi
(mabda') Islam. Sebab, falsafah kebangkitan yang hakiki itu tiada lain
adalah ideologi Islam, yang mengintegrasikan fikrah dan thariqah Islam
secara terpadu. Ideologi Islam ini harus didakwahkan, lalu ditegakkan
Daulah Islamiyah di sebuah negeri untuk menerapkan ideologi Islam itu
secara total. Selanjutnya, Daulah Islamiyah itu akan terus meluas meliputi
seluruh negeri-negeri Islam (hal. 6-7)
Selain tidak jelas, fikrahnya juga mengalami pencemaran atau peracunan
akibat adanya fikrah-fikrah asing dari penjajah kafir, misalnya fikrah
sekularisme, nasionalisme, patriotisme, dan sosialisme. Fikrah-fikrah
asing ini, jelas akan membuat individu muslim kehilangan kepribadian
Islamnya, sehingga kepribadiannya akan kacau balau. Secara emosional, dia
mempunyai emosi sebagai muslim, tapi fikrahnya adalah fikrah penjajah yang
kafir. Individu muslim yang berkepribadian kacau ini, perlu diselaraskan
dahulu pola pikir dan pola jiwanya. Individu yang demikian, jika membentuk
kelompok atau partai politik, mustahil akan menghasilkan kebangkitan yang
sahih (hal. 13-15).
Thariqah yang tidak jelas dapat dilihat pada berbagai organisasi sosial
(jam'iyyah khairiyah) dan organisasi akhlaq (jam'iyyah khuluqiyah).
Organisasi sosial yang aktivitasnya membangun sekolah, rumah sakit, dan
sebagainya, dikhawatirkan menjadi kanalisasi (penyaluran) dari semangat
kebangkitan Islam yang menggelora di dada umat Seharusnya semangat itu
terwujud dalam sebuah kelompok berbentuk partai politik (al-takattul
al-hizbi) yang akan membawa kebangkitan. Dengan adanya organisasi sosial,
semangat itu akan tersalurkan hanya untuk memenuhi kepentingan umat secara
parsial, bukan untuk melahirkan sebuah kebangkitan umat yang benar (hal.
17-18).
Organisasi akhlak juga menunjukkan fenomena ketidakjelasan thariqah.
Mereka mengedepankan akhlak untuk memperbaiki masyarakat dengan jalan
memperbaiki akhlaq individu masyarakat. Ini salah. Sebab jalan memperbaiki
individu tidak sama dengan jalan memperbaiki masyarakat. Memang
memperbaiki individu jalannya adalah dengan memperbaiki akhlaknya. Namun
memperbaiki masyakat bukanlah dengan memperbaiki akhlak individunya,
melainkan dengan memperbaiki pemikiran, perasaan, dan peraturan yang ada
dalam masyarakat (hal. 19-20)
Kegagalan gerakan-gerakan ini juga dikarenakan individu-individuny a
bukanlah individu yang matang dan sadar. Sebab, model rekrutment atau
pengikatan orang-orang ke dalam gerakan-gerakan tersebut tidak didasarkan
pada kelayakan individu tersebut, tapi didasarkan pada ketokohanannya di
masyarakat, atau karena kemampuannya mendatangkan kepentingan sesaat bagi
kelompok, dan sebagainya (hal.20-21}
Ikatan yang ada dalam gerakan-gerakan itu juga tidak benar, yakni hanya
sebatas tata aturan formal organisasi di atas kertas. Seharusnya ikatan
yang benar adalah Aqidah Islam dan tsaqafah gerakan (tsaqafah Islam) yang
lahir dari aqidah itu. Ikatan ini, sekaligus juga menjadi ukuran
kematangan seseorang untuk dapat direkrut ke dalam sebuah kelompok Islam
(hal. 8)
Cara Membentuk Kelompok Islam Ideal
Ini adalah inti kitab al-Takattul, yakni bagaimana membentuk sebuah
kelompok Islam yang sahih (hal. 22-30). Kelompok Islam yang sahih ini,
adalah sebuah partai politik yang berlandaskan ideologi Islam. Partai
politik Islam ini merupakan sebuah kelompok yang individu-individuny a
mengimani Islam sebagai sebuah ideologi serta berusaha menerapkan ideologi
ini ke tengah masyarakat untuk mengatur berbagai interaksi di tengah
masyarakat.
Proses pembentukan partai politik Islam itu mengikuti 4 (empat) tahapan
berikut : sel pertama à halaqah ula à kutlah hizbiyah à hizb mabda'i.
Yang dimaksud sel awal (al-khaliyah al-ula), adalah orang pertama, yang
bersih serta telah memahami fikrah dan thariqah Islam dengan sempurna.
Kemudian ia menularkan ideologi ini kepada orang-orang lain sehingga
terbentuk halaqah ula.
Halaqah ula adalah kumpulan beberapa orang di bawah kepemimpinan sel awal
tadi secara fikrah dan thariqah. Halaqah ula ini disebut juga dengan
istilah qiyadah al-hizb (pemimpin partai) atau al-halaqah al-hizbiyah.
Halaqah ula ini, akan berkembang menjadi kutlah hizbiyah (kelompok cikal
bakal partai).
Kutlah hizbiyah adalah halaqah ula ditambah dengan banyak individu yang
sepakat dengan fikrah dan thariqah yang ada. Kutlah hizbiyah dicirikan
dengan adanya ikatan (rabithah ) yang menjadi pengikat di antara banyak
anggota baru tersebut. Ikatan ini adalah, Aqidah Islam dan Tsaqafah Islam
partai yang lahir dari Aqidah Islam itu (hal. 22). Kutlah hizbiyah
selanjutnya akan menjadi sebuah hizb mabda'i (partai politik ideologis)
yang sempurna (hal. 23)
Hizb mabda'i, adalah kutlah hizbiyah yang sudah melakukan amal kepartaian
(hal. 23). Jadi ciri yang menunjukkan berubahnya kutlah hizbiyah menjadi
hizb mabda'i, adalah adanya amal kepartaian, yaitu melakukan pembinaan
intensif untuk kalangan internal sehingga individu partai semakin banyak,
dan pembinaan umum untuk masyarakat sehingga terwujud kesadaran umum di
tengah seluruh masyarakat (hal. 25).
Tahapan dan Kerangka Kerja Partai
Tahapan dan kerangka kerja partai politik ideologis (hizb mabda'i)
tersebut, dijelaskan dalam at-Takattul pada halaman 30-53, yang terdiri
dari 18 (delapan belas) poin.
Sejumlah 18 point tersebut, dapat dipilah lagi lagi menjadi 4 (empat)
kategori penjelasan, yaitu : (1) poin nomor 1 - 8, menjelaskan tentang
bagaimana pembentukan dan kemunculan sebuah partai yang benar; (2) poin
nomor 9 - 12, menjelaskan kerja partai pada tahapan dakwah yang pertama
(tahap pembinaan); (3) poin nomor 13 - 17, menjelaskan kerja partai pada
tahapan dakwah yang kedua (tahap berinteraksi dengan masyarakat); (4) poin
nomor 18, menjelaskan kerja partai pada tahapan dakwah yang ketiga (tahap
ahan kekuasaan ).
Tahap Pembinaan.
Pembinaan dalam partai berbeda dengan pendidikan di sekolah. Setiap
anggota partai harus melalui proses pembinaan ini. Sebab, dengan proses
ini seseorang akan memahami fikrah dan thariqah partai. Setiap orang yang
hendak bergabung dengan partai harus menempuh fase ini, tanpa memandang
gelar dan kedudukan di tengah-tengah masyarakat. Keberhasilan pada fase
ini merupakan jaminan bagi keberhasilan pada fase berikutnya
Tahap Berinteraksi Dengan Masyarakat
Pada fase ini partai menceburkan diri di tengah-tengah masyarakat untuk
memahamkan fikrah dan thariqah partai kepada umat dan berjuang
bersama-sama umat demi melanjutkan kehidupan Islam.
Pada fase ini partai akan menghadapi hambatan-hambatan dan bahaya-bahaya.
Hambatan-hambatan yang ada : (1) pertentangan ideologi partai (Islam)
dengan ideologi di masyarakat; (2) perbedaan tsaqafah partai (Islam)
dengan tsaqafah di masyarakat; (3) adanya orang-orang pragmatis di
masyarakat, baik yang pasrah dengan realitas, maupun orang zalim yang
enggan hidup dalam kebenaran; (4) keterikatan manusia dengan kepentingan-
kepentingannya; (5) sulitnya mengorbankan kehidupan dunia di jalan Islam
dan dakwah Islam, (6) perbedaan sarana-sarana fisik di masyarakat, yang
dapat mendorong partai membeda-bedakan pembinaan tsaqafah dan arahan
ideologi di antara umat.
Sedangkan bahaya-bahaya ada dua, yaitu : (1) bahaya ideologis, yakni
bahaya yang dapat mengancam fikrah atau thariqah partai; (2) Bahaya kelas,
yaitu bahaya yang mengakibatkan anggota partai merasa menjadi kelas yang
berbeda dengan masyarakat.
Tahap Penyerahan Kekuasaan
Inilah fase terakhir yang akan ditempuh oleh partai, yakni, umat
menyerahkan kekuasaan kepada partai demi menerapkan Islam secara
menyeluruh dan menyebarkan Islam ke seluruh dunia dalam sebuah Daulah
Islamiyah.
Penutup
Kebangkitan umat mutlak memerlukan sebuah partai politik Islam sejati yang
benar-benar mampu mengantarkan umat meraih tujuan-tujuannya. Adanya partai
politik Islam yang sahih merupakan jaminan bagi tegaknya Daulah Islamiyah,
serta jaminan bagi penjagaan eksistensi Daulah Islamiyah.
Walhasil, tegaknya dan terjaganya Daulah Islamiyah bergantung pada partai
politik Islam sejati itu. Maka memahami bagaimana membentuk partai politik
Islam yang sahih merupakan keharusan bagi kaum muslimin.
__._,_.___