Wednesday, April 11, 2012

Khaulah Binti Tsa’labah (Wanita Yang Aduannya Didengar Allah Dari Langit ketujuh)

Khaulah Binti Tsa’labah
(Wanita Yang Aduannya Didengar Allah Dari Langit Ketujuh)




Khaulah Binti Tsa’labah (Wanita Yang Aduannya Didengar Allah Dari Langit ketujuh)

Beliau adalah Khaulah binti Tsa`labah bin Ashram bin Fahar bin Tsa`labah Ghanam bin ‘Auf. Beliau tumbuh sebagai wanita yang fasih dan pandai. Beliau dinikahi oleh Aus bin Shamit bin Qais, saudara dari Ubadah bin Shamit r.a yang mana beliau menyertai perang Badar dan perang Uhud dan mengikuti seluruh perperangan yang disertai Rasulullah saw. Dengan Aus inilah beliau melahirkan anak lelaki yang bernama Rabi`.
Pada suatu hari, Khaulah binti Tsa`labah melihat suaminya Aus bin Shamit di dalam keadaan bermasalah yang membuat Aus marah, dia berkata, “Bagiku engkau ini seperti punggung ibuku.” Kemudian Aus keluar setelah menyebutkan perkataan tersebut dan duduk bersama orang-orang beberapa lama lalu dia masuk dan ingin melakukan hubungan seksual bersama isterinya, Khaulah. Akan tetapi, oleh kerana kesedaran hati dan kehalusan perasaan, maka Khaulah menolak untuk bersama suaminya sehingga hingga jelas hukum Allah terhadap kejadian yang baru pertama kali terjadi di dalam sejarah Islam. Khaulah berkata, “Tidak…jangan! Demi yang jiwa Khaulah berada di tangan-Nya, engkau tidak boleh menjamahku kerana engkau telah mengatakan sesuatu yang telah engkau ucapkankan terhadapku sehingga Allah dan Rasul-Nya lah yang memutuskan hukum tentang peristiwa yang menimpa kita.”
Kemudian Khaulah keluar menemui Rasulullah saw, lalu dia duduk di hadapan beliau dan menceritakan peristiwa yang menimpa di antara dirinya dan suaminya. Khaulah berkeinginan untuk meminta fatwa dan berdialog dengan nabi tentang urusan tersebut. Rasulullah saw bersabda, “Kami belum pernah mendapatkan perintah berkenaan urusanmu tersebut… aku tidak melihat melainkan engkau sudah haram baginya.”
Wanita mukminah ini mengulangi perkatannya dan menjelaskan kepada Rasulullah saw apa yang akan menimpa dirinya dan anaknya jika dia wajib bercerai dengan suaminya, namun rasulullah saw tetap menjawab, “Aku tidak melihat melainkan engkau telah haram baginya”.

Sesudah itu wanita mukminah ini senantiasa mengangkat kedua tangannya ke langit sedangkan di hatinya tersimpan kesedihan dan kesusahan. Kedua matanya asyik menitiskan air mata dan semacam ada penyesalan, maka beliau menghadap kepada Yang tidak akan rugi sesiapapun yang berdoa kepada-Nya. Beliau berdo’a, “Ya Allah sesungguhnya aku mengadu kepada-Mu tentang peristiwa yang menimpa diriku”.
Alangkah bagusnya seorang wanita mukminah seperti Khaulah, beliau berdiri di hadapan Rasulullah saw dan berdialog untuk meminta fatwa, adapun istighatsah (meminta pertolongan) dan mengadu tidak ditujukan melainkan kepada Allah Ta`ala. Ini adalah bukti kejernihan iman dan tauhidnya yang telah dipelajari oleh para sahabat daripada Rasulullah saw.

Tiada henti-hentinya wanita ini berdo`a sehingga suatu ketika Rasulullah saw pengsan sebagaimana kebiasaannya beliau akan pengsan tatkala menerima wahyu. Kemudian setelah Rasulullah saw sedar kembali, beliau bersabda, “Wahai Khaulah, sungguh Allah telah menurunkan al-Qur`an tentang dirimu dan suamimu kemudian beliau membaca firman-Nya (ertinya),

1. Sesungguhnya Allah telah mendengar (dan memperkenan) aduan perempuan Yang bersoal jawab denganmu (Wahai Muhammad) mengenai suaminya, sambil ia berdoa merayu kepada Allah (mengenai perkara Yang menyusahkannya), sedang Allah sedia mendengar perbincangan kamu berdua. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar, lagi Maha Melihat.
2. Orang-orang Yang “ziharkan” isterinya dari kalangan kamu (adalah orang-orang Yang bersalah, kerana) isteri-isteri mereka bukanlah ibu-ibu mereka. ibu-ibu mereka tidak lain hanyalah perempuan-perempuan Yang melahirkan mereka. dan Sesungguhnya mereka (dengan melakukan Yang demikian) memperkatakan suatu perkara Yang mungkar dan dusta. dan (ingatlah), Sesungguhnya Allah Maha Pemaaf, lagi Maha Pengampun.
3. Dan orang-orang Yang “ziharkan” isterinya, kemudian mereka berbalik dari apa Yang mereka ucapkan (bahawa isterinya itu haram kepadaNya), maka hendaklah (suami itu) memerdekakan seorang hamba sebelum mereka berdua (suami isteri) bercampur. Dengan hukum Yang demikian, kamu diberi pengajaran (supaya jangan mendekati perkara Yang mungkar itu). dan (ingatlah), Allah Maha mendalam pengetahuannya akan apa Yang kamu lakukan.
4. Kemudian, sesiapa Yang tidak dapat (memerdekakan hamba), maka hendaklah ia berpuasa dua bulan berturut-turut sebelum mereka (suami isteri) itu bercampur. akhirnya sesiapa Yang tidak sanggup berpuasa, maka hendaklah ia memberi makan enam puluh orang miskin. ditetapkan hukum itu untuk membuktikan iman kamu kepada Allah dan RasulNya (dengan mematuhi perintahNya serta menjauhi adat Jahiliyah). dan itulah batas-batas hukum Allah; dan bagi orang-orang Yang kafir disediakan azab seksa Yang tidak terperi sakitnya. (al-Mujadalah:1-4)

Kemudian Rasulullah saw menjelaskan kepada Khaulah tentang kafarat (tebusan)Zhihar:
Nabi : Perintahkan kepadanya (suami Khansa`) untuk memerdekan seorang hamba.

Khaulah : Ya Rasulullah dia tidak memiliki seorang hamba yang boleh dia bebaskan.
Nabi : Jika demikian perintahkan kepadanya untuk puasa dua bulan berturut-turut
Khaulah : Demi Allah dia adalah lelaki yang tidak mampu melakukan puasa.
Nabi : Perintahkan kepadanya memberi makan dari kurma sebanyak 60 orang miskin
Khaulah : Demi Allah ya Rasulullah dia tidak memilikinya.
Nabi : Aku bantu dengan separuhnya
Khaulah : Aku bantu separuhnya yang lain wahai Rasulullah.
Nabi : Engkau benar dan baik maka pergilah dan sedekahkanlah kurma itu sebagai kafarat baginya, kemudian bergaulah dengan anak pakcikmu itu secara baik.” Maka Khaulah pun melaksanakannya.

Inilah kisah seorang wanita yang mengajukan gugatan kepada pemimpin anak Adam a.s yang mengandungi banyak pelajaran di dalamnya dan menunjukkan ketinggian wanita beriman dan keberanian mereka bagi mendapatkan hak mereka.

Ummul mukminin Aisyah ra berkata tentang hal ini, “Segala puji bagi Allah yang Maha luas pendengaran-Nya terhadap semua suara, telah datang seorang wanita yang mengajukan soalan kepada Rasulullah saw, dia berbincang-bincang dengan Rasulullah saw sementara aku berada di samping rumah dan tidak mendengar apa yang dia katakan, maka kemudian Allah Azza wa Jalla menurunkan ayat, “Sesungguhnya Allah telah mendengar (dan memperkenan) aduan perempuan Yang bersoal jawab denganmu (Wahai Muhammad)…” (Al-Mujadalah: 1)


Khaulah berani menasihati Khalifah Umar


Inilah wanita mukminah yang dididik oleh Islam yang menghentikan Khalifah Umar bin Khaththab r.a saat berjalan untuk memberikan nasihat kepadanya. Beliau berkata, “Wahai Umar! aku telah mengenalimu sejak namamu dahulu masih Umair (Umar kecil) tatkala engkau berada di pasar Ukazh engkau mengembala kambing dengan tongkatmu, kemudian berlalulah hari demi hari sehingga memiliki nama Amirul Mukminin, maka bertakwalah kepada Allah perihal rakyatmu, ketahuilah barangsiapa yang takut akan seksa Allah maka yang jauh akan menjadi dekat dengannya dan barangsiapa yang takut mati maka dia akan takut kehilangan dan barangsiapa yang yakin akan adanya hisab maka dia takut terhadap Adzab Allah.” Beliau katakan hal itu sementara Umar Amirul Mukminin berdiri sambil menundukkan kepalanya dan mendengar perkataannya.

Akan tetapi al-Jarud al-Abdi yang menyertai Umar bin Khatthab tidak tahan lalu berkata kepada Khaulah, “Engkau telah bercakap banyak kepada Amirul Mukminin wahai wanita.!” Umar kemudian menegurnya, “Biarkan dia…tahukah kamu siapakah dia? Beliau adalah Khaulah yang Allah mendengarkan perkataannya dari langit yang ketujuh, maka Umar lebih berhak untuk mendengarkan perkataannya.”

Dalam riwayat lain Umar bin Khaththab berkata, “Demi Allah seandainya beliau tidak menyudahi nasihatnya kepadaku sehingga malam hari maka aku tidak akan menyudahinya sehingga beliau selesaikan apa yang dia kehendaki, kecuali jika telah masuk waktu shalat, maka aku akan mengerjakan shalat kemudian kembali mendengarkannya sehingga selesai keperluannya.”

(SUMBER: buku Mengenal Shahabiah Nabi SAW., karya Mahmud Mahdi al-Istanbuly dan Musthafa Abu an-Nashar asy-Syalaby, h.242-246, penerbit AT-TIBYAN)

Monday, April 2, 2012

khaulah Al Aswar

Duhai engkau sang pejuang

Laksana mawar di tengah ilalang

Amarah dan kesedihan yang mendalam

Telah mengobarkan semangatmu



Kegesitanmu laksana pejuang sejati

Sepak terjangmu menyisakan kekaguman

Berbanggalah ibu yang melahirkanmu

Menjadi seorang wanita mujahid



Dikisahkan ketika Khalid bin Al-Walid mendekati medan perang dalam salah satu pertemumpuran di Ajnadin menghadapi bangsa Rowami dalam episode penaklukkan Damaskus, tiba-tiba ia melihat seorang prajurit penunggang kuda melesat melewatinya dari belakang dan berkuda menuju pasukan Romawi. Sebelum Khalid sempat menahannya, ia telah menghilang, Bertubuh langsing dan berpakaian hitam, penunggang kuda itu mengenakan pelindung di dadanya, bersenjatakan pedang dan tombak. Khalid melihat ia mengenakan sorban hijau dan selendang yang menutupi wajahnya sebagai cadar dan hanya matanya saja yang terlihat. Khalid tiba di medan perang bersamaan dia melihat penunggang kuda itu melemparkan dirinya kedalam pasukan Romawi dengan penuh kemarahan yang membuat semua yang hadir mengira bahwa ia dan kudanya gila. Rafi – pemimpin pasukan yang waktu itu menggantikan Dhirar yang ditawan oleh tentara Romawi - melihatnya sebelum melihat kedatangan Khalid dan berkata, ”Dia menyerang seperti Khalid, tetapi jelas dia bukan Khalid.” Kemudian Khalid bergabung dengan Rafi.



Khalid langsung menggambungkan kelompok Rafi dan pasukan berkuda yang dibawanya dan menyebarkannya dalam kombinasi kekuatan untuk berperang. Sementara itu penunggang bertopeng menunjukkan aksi berkuda dan penyerangan dengan tombaknya yang mendebarkan kaum Muslimin. Dia terus maju menyerang barisan depan pasukan Romawi dan membunuh seorang prajurit, lalu dia berkuda lagi kebagian depan yang lain dan menyerang prajurit di barisan depan, dan seterusnya. Beberapa orang prajurit Romawi maju untuk menghadangnya namun berhasil dijatuhkan dengan permainan tombaknya yang dashsyat. Kagum terhadap pemandangan yang menakjubkan tersebut, pasukan Muslimin masih belum dapat melihat siapa gerangan pejuang itu, kecuali bahwa dia adalah postur seorang anak muda dan sepasang mata yang tajam bercahaya di atas cadarnya. Sang penunggang kuda tampaknya hendak bunuh diri karena dengan pakaian dan tombak yang berlumuran darah dia kembali menyerang prajurit Romawi. Keberanian sang pejuang memberikan keberanian baru bagi kelompok Rafi (yang semua hampir terkalahkan sebelum kedatangan pasukan Khalid bin al-Walid), yang melupakan kelelahan mereka dan menyerbu ke medan perang dengan semangat baru yang tinggi ketika Khalid memerintahkan untuk menyerang.



Penunggang bercadar, yang kini diikuti oleh prajurit lainnya, melanjutkan pertempurannya dengan prajurit Romawi ketika seluruh pasukan kaum Muslimin menyerbu. Segera setelah serbuan umum itu, Khalid mendekat kepada sang penunggang dan bertanya, ”Wahai pejuang, tunjukkanlah wajahmu!” Sepasang mata hitam berkilat menatap Khalid sebelum berbalik dan kembali menyerang tentara Romawi. Kemudian beberapa orang tentara Khalid menyusulnya dan berkata kepadanya. ”Wahai pejuang yang mulia, komandanmu memanggilmu dan engkau pergi darinya! Tunjukkan kepada kami wajahmu dan sebutkan namamu agar engkau dapat dihormat selayaknyai.” Sang penunggang kuda kembali berbalik pergi seolah dengan sengaja merahasiakan identitas dirinya.



Ketika sang penunggang kuda kembali dari serangannya, dia melewati Khalid, yang menyuruhnya dengan tegas untuk berhenti. Dia menarik kudanya berhenti, Khalid melanjutkan: ”Engkau telah berbuat banyak yang memenuhi hati kami dengan kekaguman. Siapakah anda?”



Khalid hampir terjatuh dari kudanya ketika dia mendengarkan jawaban dari penunggang kuda bercadar, karena yang didengarnya adalah suara seorang gadis. ”Wahai komandan, bukannya aku enggan menjawab pertanyaan anda, hanya saja aku merasa malu, sebab anda seorang pemimpin yang agung, sedangkan aku adalah gadis pingitan. Sesungguhnya tiada lain yang mendorongku untuk melakukan hal seperti itu melainkan karena hatiku terbakar dan aku sangat sedih.



Khalid dibuat kagum kepada orang tua itu, Al-Azwar, yang menjadi ayah pejaung-pejuang pemberani, laki-laki dan perempuan. ”Kalau begitu bergabunglah bersama kami.”



Itulah dia, Khaulah binti Al-Azwar, seorang gadis pemberani, yang membuat kagum pasukan Muslimin dengan sepak terjangnya menyerang tentara Romawi. Kesedihan dan kemarahan akan berita ditawannya saudaranya tercinta, Dhirar bin al-Azwar, membuatnya tampil ke medan perang sebagai pejuang, dan tidak lagi berada di barisan belakang sebagai perawat prajurit yang terluka dan mengurus perbekalan sebagaimana yang dilakukan sebelumnya bersama para wanita yang ikut dalam peperangan.